Menyusuri Awal Perjalanan Equity Initiative di Hue, Vietnam

Menyusuri Awal Perjalanan Equity Initiative di Hue, Vietnam
Syarif bersama seluruh peserta Equity Initiative di depan Emperor Building (throne), Vietnam

Maret 2025, saya memulai babak baru dalam perjalanan pribadi dan profesional saya sebagai salah satu penerima Equity Initiative Fellowship 2025. Rasa syukur dan bahagia sulit diungkapkan dengan kata-kata ketika mendapat kabar bahwa saya terpilih mewakili Indonesia dalam program ini. Bagi saya, fellowship ini bukan sekadar prestise, tapi ruang yang memungkinkan saya melanjutkan kerja-kerja advokasi dalam bidang keadilan kesehatan dan inklusi sosial yang telah lama saya tekuni.

Program ini dimulai dengan Opening Retreat di Hue, Vietnam—sebuah kota yang tak hanya kaya sejarah, tetapi juga menyimpan makna filosofis bagi banyak peserta seperti saya. Hue pernah menjadi ibu kota kekaisaran Vietnam di masa dinasti Nguyễn. Ia bukan hanya situs warisan dunia UNESCO, tetapi juga simbol perubahan, ketahanan, dan transisi—nilai-nilai yang sejalan dengan semangat Equity Initiative.

Perjalanan dari Makassar menuju lokasi retreat cukup panjang. Saya harus transit dua kali: pertama di Jakarta, lalu di Kuala Lumpur, sebelum akhirnya mendarat di Bandara Internasional Da Nang, Vietnam. Dari sana, perjalanan dilanjutkan dengan mobil ke Vedana Lagoon Resort & Spa—sebuah tempat yang menawarkan ketenangan luar biasa. Di tengah lanskap perbukitan dan laguna yang luas, tempat ini serasa memeluk kami yang datang dengan berbagai latar belakang pekerjaan.

Laguna adalah badan air yang terpisah dari laut oleh penghalang alami, seperti pasir, karang, atau daratan sempit. Meskipun terhubung ke laut, airnya bisa lebih tenang karena tidak langsung terkena gelombang besar.

Dalam konteks seperti Vedana Lagoon di Vietnam, laguna ini adalah perairan yang tenang dan luas, mirip seperti danau, tapi tetap punya hubungan dengan laut. Airnya biasanya payau (campuran asin dan tawar) dan dikelilingi oleh pemandangan alam yang damai—makanya banyak resort dibangun di sekitarnya untuk suasana relaksasi.

Kalau kamu bayangkan suasana sore hari di atas dek kayu menghadap air yang tenang, di tengah kabut tipis dan suara burung dari pepohonan, ya… itulah laguna.

“Setiap perpindahan kota dalam perjalanan ini mengingatkan saya bahwa perubahan besar selalu dimulai dari pergerakan kecil.”

Hari-Hari Penuh Makna: Retreat, Refleksi, dan Rerangkai Harapan

Selama beberapa hari, saya mengikuti sesi-sesi yang menggugah. Mulai dari refleksi personal, diskusi kelompok, hingga percakapan satu lawan satu dengan rekan-rekan dari Laos, Kamboja, hingga Timor Leste. Kami saling berbagi pengalaman dan tantangan dalam memperjuangkan keadilan kesehatan di komunitas masing-masing.

Salah satu momen yang paling membekas bagi saya adalah sesi “River of Growth” di mana kami diminta menggambarkan hidup kami sebagai sungai—dari hulu impian hingga rintangan berbatu yang dilalui. Saya menggambarkan sungai yang mengalir dari pegunungan Sulawesi, lalu menghadapi bebatuan tajam berupa stigma dan diskriminasi, hingga akhirnya menemukan delta tenang berupa solidaritas dan keberanian.

“Saya tidak bisa mengubah arah angin, tapi saya bisa menyesuaikan layar saya untuk selalu menuju pelabuhan yang saya tuju.” – kutipan yang saya tulis dalam jurnal refleksi hari kedua.

Syarif mengenakan baju berwarna mustard memegang mic menjelaskan river of life-nya

 

Syarif sedang duduk memegang keyboard mengetik tulisan tentang River of Life

Jejak di Hue: Menyusuri Kota Kekaisaran dan Rasa yang Tertinggal

Salah satu kegiatan luar ruang yang paling mengesankan adalah kunjungan ke Kota Kekaisaran Hue. Menyusuri lorong-lorong batu, gerbang tinggi berlapis ukiran, dan danau-danau kecil di dalam kompleks kekaisaran membuat saya membayangkan masa lalu yang penuh keagungan dan transisi kekuasaan. Saya membayangkan bagaimana kota ini pernah runtuh karena perang, lalu bangkit pelan-pelan sebagai simbol ketahanan sejarah Vietnam.

Hue juga menyapa saya lewat rasa. Saya mencicipi bún bò Huế di warung kecil tak jauh dari Vedana Lagoon, dan menikmati kehangatan sup pedas itu sambil berbincang dengan dua rekan fellow dari Myanmar dan Filipina. Percakapan kami, yang awalnya dimulai dari makanan, akhirnya menjelajah ke soal kesehatan jiwa, pendidikan, dan harapan masa depan.

Menutup Perjalanan, Membuka Babak Baru

Retreat ini bukan hanya tentang pembelajaran teknis atau bertemu orang-orang inspiratif. Ia adalah kesempatan untuk menyulam ulang niat, menata ulang makna, dan memperkuat komitmen. Saya datang ke Hue membawa harapan, dan pulang membawa puluhan percakapan, pertanyaan-pertanyaan baru, dan semangat kolaboratif yang terasa nyata.

Perjalanan saya masih panjang—akan ada kunjungan ke enam negara lainnya selama fellowship ini berjalan. Tapi Hue, dengan segala keheningan dan kehangatannya, akan selalu menjadi jejak awal yang saya kenang.[*]

Nur Syarif Ramadhan

Ketua Yayasan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *