
Makassar, 31 Oktober 2024 — Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan book tour untuk buku Kiri Depan, Daeng!, Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) bersama UK PACT Indonesia menggelar forum diskusi bertajuk “Menggagas Mobilitas Inklusif di Kota Makassar”. Forum ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk perwakilan pemerintah, operator transportasi, komunitas difabel, media, organisasi anak muda,dan akademisi.
Dalam rangkaian book tour ini, diawali sesi penyampaian testimoni warga untuk menngetahui sejauh mana tingkat keterbacaan dan pemahaman buku Kiri Depan, Daeng! bagi kelompok rentan, khususnya difabel. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mendorong terwujudnya transportasi umum yang lebih inklusif, ramah difabel, dan responsif terhadap kebutuhan mobilitas kelompok rentan di Kota Makassar.
“Kiri Depan, Daeng! Ini menarik, karena ini buku pertama yang menampilkan esai foto dengan caption atau deskripsi cukup lengkap. Saya sangat menikmati karena cukup detail menggambarkan, seperti berapa jumlah jolloro, sampai tabung gas pun disebutkan. Cerita-cerita di dalamnya akan lebih seru kalau bisa dijadikan audio, sehingga bisa didengar sambil berkendara.sebagai difabel netra pengguna pete-pete sejak kecil, banyak kisah yang cukup lucu ketika membaca buku ini. Kiri Depan, Daeng! Bisa menggambarkan masa lalu, hari ini, serta membayangkan masa depan,” demikian ungkap Luthfi, aktifis muda difabel.
Seringkali buku yang diterbitkan tidak memenuhi standar aksesibilitas, sehingga sulit dipahami pembaca dengan kebutuhan beragam. Buku Kiri Depan, Daeng! Membawa semangat inklusi, menyediakan penjelasan pada esai foto agar dapat diakses menggunakan aplikasi pembaca layar,. Selain itu, dapat pula dijadikan bahan untuk bercerita untuk anak dalam memahami sejarah mobilitas dan moda transportasi yang pernah eksis di Makassar. Ni Nyoman Anna, seorang Ibu dengan anak autistik, bercerita bahwa ia senang bisa memakai buku ini untuk menuturkan pengalamannya kepada anaknya.
Hal lain yang tak kalah menarik adalah buku ‘Kiri Depan, Daeng!’ ini menggunakan lisensi Creative Common, di mana hak cipta melekat pada semua kontributor atau penulis. Buku ini bebas disebarluaskan secara gratis oleh siapapun, dengan syarat tidak boleh dikomersilkan atau diperjualbelikan.
Forum diskusi ini berfokus pada poin utama yaitu: Kebijakan dan Regulasi Transportasi Inklusif serta Aksesibilitas dan Infrastruktur yang Ramah Difabel. Diskusi ini juga menyoroti peran media dan dukungan masyarakat dalam menciptakan kesadaran warga agar tidak melakukan diskriminasi dan stigma terhadap difabel.
Daeng Maliq, yang memandu diskusi, memberikan kesempatan pada masing-masing perwakilan untuk menyampaikan pendapat dan gagasannya secara bergiliran. Perwakilan pemerintah yang diwakili oleh Dinas Perhubungan dan Dinas PU, tingkat propinsi dan kota, mengakui bahwa penyediaan fasilitas yang ramah difabel masih sangat kurang. Berbagai upaya telah dilakukan, adanya angkutan bus Mamminasata atau yang dikenal dengan ‘Teman Bus’ menjadi contoh konkret dari program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan transportasi publik. Meski secara layanan belum memenuhi standar aksesibilitas yang seharusnya.
Sarana pendukung seperti halte dan terminal yang menyediakan fasilitas aksesibel masih terus diupayakan. Papan informasi digital serupa teks berjalan akan memudahkan teman Tuli ketika beraktifitas secara mandiri. Bidang miring yang landai memberi kemudahan bagi pengguna kursi roda dalam bermobilitas. Tersedianya kursi prioritas di atas kendaraan juga sebagai salah satu solusi di tengah masyarakat yang cederung tidak ramah terhadap kelompok rentan.
Beberapa kejadian kurang menyenangkan kerap dialami kelompok rentan ketika menggunakan transportasi umum.
Stigma negatif sering dilekatkan secara tidak bijaksana ketika berjumpa dengan difabel di kendaraan umum. Ibu Salmawaty mengungkapkan pengalamannya menggunakan bus. Anaknya yang merupakan difabel intelektual, Down Syndrome, sering dilihat ‘aneh’ oleh penumpang lain karena perilakunya yang agresif. Hal itu terjadi lantaran masih banyaknya orang yang belum memahami ragam difabel beserta keunikan dan kebiasaan mereka. Di sinilah peran serta semua pihak dalam mengarusutamakan isu inklusi. Peran serta komunitas dan media dalam mengampanyekan kesetaraan menjadi semakin bermakna.
Proyek teranyar yang diampuh Dinas PU adalah pedestrian sepanjang lebih satu kilometer di Jalan Andi Djemma. Trotoar yang dilengkapi guiding block itu sayangnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Trotoar tersebut digunakan sebagai tempat parkir dan lokasi untuk berjualan. Luna Vidya menyoroti terkait hal itu. Apakah ada studi yang dilakukan untuk mengetahui jumlah difabel yang berdomisili di sekitar jalan itu? Atau kemungkinan difabel akan melewati jalan tersebut secara kuantitas. Alasan-alasan dasar seperti itu akan menjadi landasan dipilihnya jalan tersebut dijadikan proyek pembangunan trotoar yang menghabiskan banyak anggaran.
Program dan kebijakan yang tidak tepat guna atau dengan kata lain ‘sia-sia’, terjadi karena minimnya riset dan pemahaman dari pemerintah. Parahnya lagi, setiap proses mulai dari perencanaan hingga eksekusinya jarang atau bahkan tidak melibatkan pihak-pihak berkepentingan. Dalam hal ini, difabel sebagai pengguna jalan. senada dengan yang disampaikan oleh Nur Syarif Ramadhan, bahwa pelibatan kelompok rentan, termasuk difabel seharusnya dilakukan dalam semua proses pembangunan. Sebab merekalah yang paling tahu dan memahami kebutuhan mereka sendiri. Agar anggaran tidak terbuang percuma hanya untuk pembangunan yang tidak bisa digunakan selayaknya.
Melalui forum diskusi ini, PerDIK dan para mitra merumuskan rekomendasi konkrit untuk pemerintah dan operator transportasi umum di Kota Makassar agar lebih inklusif terhadap kebutuhan difabel. Rekomendasi yang dihasilkan dari diskusi ini akan dipublikasikan sebagai bahan evaluasi dan advokasi lebih lanjut untuk kebijakan transportasi inklusif di Makassar.
Adapun rekomendasi yang dihasilkan forum ini, antara lain:
- Keterlibatan Difabel dalam Perencanaan Program Pemerintah
– Difabel dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan program, baik sebagai narasumber maupun sebagai konsultan.
– Pada tahap monitoring dan evaluasi, difabel diajak untuk melakukan user experience guna memastikan program berjalan secara inklusif.
– Audit sosial dan uji aksesibilitas melibatkan difabel sebagai penguji langsung untuk mengukur efektivitas program.
- Optimalisasi Pete-pete Sebagai Transportasi Inklusif
– Pete-pete dirancang sebagai angkutan khusus bagi lansia, difabel, dan anak-anak.
– Moda transportasi ini diatur memiliki trayek atau jalur khusus yang mendukung aksesibilitas.
– Langkah ini bertujuan mempertahankan pete-pete sebagai transportasi khas Kota Makassar agar tetap relevan di tengah persaingan moda transportasi modern.
- Edukasi Masyarakat tentang Kelompok Rentan
– Edukasi dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan dan kebutuhan kelompok rentan.
– Diharapkan adanya kesadaran publik untuk mengurangi stigma dan diskriminasi dalam mobilitas maupun akses layanan publik.
- Pengembangan Sistem Informasi Transportasi Terpadu
– Diperlukan akses informasi terpadu yang memungkinkan pengguna mengetahui status perjalanan dan rute dari berbagai moda transportasi.
– Informasi tentang sebaran kelompok rentan perlu disediakan untuk mempermudah perencanaan jalur transportasi yang inklusif.
- Riset Komprehensif untuk Perencanaan Infrastruktur
– Proses perencanaan pembangunan infrastruktur seperti trotoar dan pedestrian harus berbasis data yang jelas.
– Data populasi kelompok rentan, seperti difabel, menjadi acuan untuk menentukan lokasi pembangunan agar benar-benar bermanfaat.
– Hasil riset ini memberikan justifikasi kuat sekaligus memastikan infrastruktur yang dibangun mendukung inklusivitas dan keberlanjutan.
- Penyediaan Aksesibilitas yang Ramah Difabel
– Trotoar dan pedestrian dirancang dengan elemen aksesibilitas seperti guiding block, ramp, serta permukaan yang rata dan landai untuk pengguna kursi roda.
– Angkutan umum dilengkapi dengan fasilitas seperti area khusus untuk pengguna kursi roda, audio-visual yang memudahkan difabel sensorik, serta pintu masuk yang rendah dan tidak curam.
– Layanan publik lainnya, seperti kantor pemerintahan dan fasilitas kesehatan, wajib memiliki jalur akses yang memadai, lift, serta toilet ramah difabel.
– Upaya ini memastikan bahwa setiap warga, tanpa kecuali, dapat mengakses layanan dan infrastruktur secara mandiri dan nyaman.
Kami mengundang masyarakat luas dan media untuk turut mendukung upaya ini, guna menciptakan lingkungan yang lebih adil dan ramah bagi kelompok rentan.
Rilis berita ini juga akan disebarluaskan melalui media sosial PerDIK dan UK PACT serta jejaring mitra terkait untuk menjangkau lebih banyak pihak yang peduli pada isu inklusi dan aksesibilitas di Kota Makassar.
Daeng Maliq
Kepala Suku Pustakabilitas dan Penerbit PerDIK